1. SOP KONRO

Sop Konro merupakan hidangan wajib warga saat ada hajatan, baik pernikahan, dan khitanan, atau pesta adat.

Sop Konro merupakan hidangan wajib warga saat ada hajatan, baik pernikahan, dan khitanan, atau pesta adat.
Dimana ada ritual, warga memotong kerbau yang kemudian mengambil
bagian tulangnya lalu dimasak dengan bumbu yang sederhana atau biasa
disebut dengan pallu konro atau pallu buku (buku = tulang).
Proses pembuatan kuah pallu konro yang khas terletak pada kacang merah (campe’) yang dimasak hingga lunak lalu dihaluskan kemudian dicampurkan ke dalam kuah.
Bahan inilah yang membuat kuah pallu konro menjadi agak kental dan khas.
Selain campe’, penambahan ketumbar memperkuat rasa dan keluak yang bertujuan memberikan warna pada kuah pallu konro yang diadopsi dari bumbu masakan pallu kaloa’.
Bedanya, pada pallu kaloa’ tidak menggunakan kayu manis, cengkeh, dan adas.
Proses memasak konro dilakukan dengan cermat. Pertama air di didihkan, lalu tulang konro dimasukkan hingga mendidih kembali kemudian air ini dibuang seluruhnya.
Sementara itu, di panci yang lain telah dididihkan pula air dan inilah yang akan digunakan untuk seterusnya memasak tulang konro bersama dengan bumbu-bumbunya.
"Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan tulang dari sisa-sisa kotoran pada saat pemotongan, menghilangkan lemak, dan menghilangkan bau amis," ujarnya.
Daging sapi populer di Makassar awal tahun 90-an. Dulunya, masyarakat Makassar lebih mengenal daging kerbau dalam membuat makanan berkuah yang berbahan dasar daging seperti coto dan pallubasa.
Namun, dengan populasi kerbau yang sulit menyebabkan harga lebih mahal sehingga pedagang beralih ke daging sapi yang populasinya lebih banyak sehingga mudah didapatkan dan harga lebih terjangkau.
source : https://makassar.tribunnews.com/2017/10/10/cerita-sejarah-masakan-sop-konro-menurut-dinas-pariwisata-makassar
2. PISANG EPE

Buah pisang bisa disajikan dan disantap dalam berbagai macam bentuk penganan. Bisa disantap langsung, atau diolah dulu dengan cara dibakar, direbus, hingga dibuat menjadi kolak. Di Kota Makassar, pisang diolah menjadi bentuk makanan yang disebut dengan Pisang Epe.
Untuk membuat hidangan Pisang Epe, pisang digunakan biasanya berjenis pisang kepok yang masih setengah mengkal karena akan menghasilan pisang olahan dengan tekstur yang lembut.
Proses pengolahannya boleh dikatakan sangat sederhana. Pisang dikupas dan dipanggang di atas bara api hingga setengah matang. Kalau sudah cukup lembek, pisang diletakkan di atas alat yang terbuat dari balok kayu untuk kemudian ditekan hingga berbentuk pipih atau agak gepeng. Lalu pisang tersebut dipanggang lagi. Proses pembakaran pisang dilakukan dua tahap dengan tujuan agar pisang terasa sedikit renyah saat dinikmati. Setelah proses pembakaran selesai, pisang diletakkan di atas piring saji dan diguyur dengan lelehan gula merah beraroma durian atau nangka.
Beberapa penjual Pisang Epe ada yang menyediakan pilihan bahan tambahan yang bisa ditaburkan di atas Pisang Epe, misalnya cokelat, keju, kelapa sangria, dan kacang panggang.
Dulu, para penjual Pisang Epe bisa ditemukan berjejer di sepanjang pantai Losari, Makassar. Namun semenjak ada penertiban pedagang kaki lima, paling hanya ada satu atau dua pedagang ‘bandel’ yang masih berjualan. Tetapi jangan khawatir karena masih banyak pedagang Pisang Epe yang menjajakan jualannya di sepanjang Jalan Lamadukelleng, Makassar.
Proses pembuatan kuah pallu konro yang khas terletak pada kacang merah (campe’) yang dimasak hingga lunak lalu dihaluskan kemudian dicampurkan ke dalam kuah.
Bahan inilah yang membuat kuah pallu konro menjadi agak kental dan khas.
Selain campe’, penambahan ketumbar memperkuat rasa dan keluak yang bertujuan memberikan warna pada kuah pallu konro yang diadopsi dari bumbu masakan pallu kaloa’.
Bedanya, pada pallu kaloa’ tidak menggunakan kayu manis, cengkeh, dan adas.
Proses memasak konro dilakukan dengan cermat. Pertama air di didihkan, lalu tulang konro dimasukkan hingga mendidih kembali kemudian air ini dibuang seluruhnya.
Sementara itu, di panci yang lain telah dididihkan pula air dan inilah yang akan digunakan untuk seterusnya memasak tulang konro bersama dengan bumbu-bumbunya.
"Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan tulang dari sisa-sisa kotoran pada saat pemotongan, menghilangkan lemak, dan menghilangkan bau amis," ujarnya.
Daging sapi populer di Makassar awal tahun 90-an. Dulunya, masyarakat Makassar lebih mengenal daging kerbau dalam membuat makanan berkuah yang berbahan dasar daging seperti coto dan pallubasa.
Namun, dengan populasi kerbau yang sulit menyebabkan harga lebih mahal sehingga pedagang beralih ke daging sapi yang populasinya lebih banyak sehingga mudah didapatkan dan harga lebih terjangkau.
source : https://makassar.tribunnews.com/2017/10/10/cerita-sejarah-masakan-sop-konro-menurut-dinas-pariwisata-makassar
2. PISANG EPE
Buah pisang bisa disajikan dan disantap dalam berbagai macam bentuk penganan. Bisa disantap langsung, atau diolah dulu dengan cara dibakar, direbus, hingga dibuat menjadi kolak. Di Kota Makassar, pisang diolah menjadi bentuk makanan yang disebut dengan Pisang Epe.
Untuk membuat hidangan Pisang Epe, pisang digunakan biasanya berjenis pisang kepok yang masih setengah mengkal karena akan menghasilan pisang olahan dengan tekstur yang lembut.
Proses pengolahannya boleh dikatakan sangat sederhana. Pisang dikupas dan dipanggang di atas bara api hingga setengah matang. Kalau sudah cukup lembek, pisang diletakkan di atas alat yang terbuat dari balok kayu untuk kemudian ditekan hingga berbentuk pipih atau agak gepeng. Lalu pisang tersebut dipanggang lagi. Proses pembakaran pisang dilakukan dua tahap dengan tujuan agar pisang terasa sedikit renyah saat dinikmati. Setelah proses pembakaran selesai, pisang diletakkan di atas piring saji dan diguyur dengan lelehan gula merah beraroma durian atau nangka.
Beberapa penjual Pisang Epe ada yang menyediakan pilihan bahan tambahan yang bisa ditaburkan di atas Pisang Epe, misalnya cokelat, keju, kelapa sangria, dan kacang panggang.
Dulu, para penjual Pisang Epe bisa ditemukan berjejer di sepanjang pantai Losari, Makassar. Namun semenjak ada penertiban pedagang kaki lima, paling hanya ada satu atau dua pedagang ‘bandel’ yang masih berjualan. Tetapi jangan khawatir karena masih banyak pedagang Pisang Epe yang menjajakan jualannya di sepanjang Jalan Lamadukelleng, Makassar.
Comments
Post a Comment